Pagi itu terasa sangat berbeda setelah semuanya yang ku
sadari berlalu, ya mau tak mau semua harus ku terima. Ku hirup udara yang
begitu dingin pagi ini bersama dengan kicauan burung yang entah mengapa kali
ini tedengar begitu sendu tak seriang biasanya, seakan ikut merasakan apa yang
ada dalam hatiku.
Pandanganku menerawang seisi kamar, kamar yang biasanya
selalu istimewa buatku, walau perabot-perabotnya tak ada yang istimewa, yang
ada hanya kasur lapuk berlapis seprai lusuh bersama kedua sahabatnya,bantal dan
guling yang selalu setia menemani pelepasan lelahku, sebuah meja osin
yang menanggung beban buku-buku, yang sebenarnya saya sendiri pun tak yakin
akan apa yang ada di dalamnya, beserta sebuah lampu belajar dan peralatan “perang”
ku.
“Woi…, angngapako cika’?”
suara yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku, yang sebenarnya akupun tak
yakin sedang melamunkan apa.
“Nda ji, biasa sindrom baru bangun , masih setengah sadar.
Ko tau mi to!?, Tumben ko pagi-pagi dah disini,kenapa ko?”
“Astaga….., hari minggu ini anu, ayo jogging!”,
yah.., inilah orang yang selalu bersemangat teman, sahabat, dan orang yang
sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri, Adjie. Perawakannya sangat ramah
murah senyum.walaupun bertubuh lumayan besar dan bisa dibilang atletis, dia
mengaku paling anti kekerasan , dan
lebih mengutamakan logika dan perasaan dan hati dalam memyelesaikan
masalah ketimbang harus dengan fisik,dan harus di garis bawahi itu adalah
menurut pengakuannya.
“ pergi mo ko deh, lagi malas ka’ ni hari bla, moja’
tidur istirirahat mengistirahatkan badan,pikiran dan hati, biar besok bisa
fresh !!” tolakku sambil merebahkan badan di atas kasur lusuh ku dengan gaya
udang meringkuk, dan menarik selimut menutupi ujung kaki sampai ujung rambut
ku.
“Edede….., ko tu masih muda dah malas kaya’ gini, mo jadi
apa Indonesia klo anak mudanya semua kayak kau??” sahutnya dengan gaya
diplomatis dan langsung menyambar selimut yang menutupi tubuhku yang masih
dalam posisi udang rebus.
Ya makhluk yang satu ini memang selalu berhasil membujukku
untuk mengikutinya walau dalam keadaan super malas sekalipun. Yah kalau
mengingat selama ini, memang tidak ada yang perlu diherankan kalau saya sulit
untuk menolak ajakannya, karena selama ini pun dia sangat jarang bahkan hampir tidak pernah menolak permintaan
ku. Ya sekali lagi ku tegaskan dia memang teman, sahabat, dan sudah ku anggap
sebagai saudara ku.
Pagi yang cerah, begitu ceria, taman dipenuhi orang-orang
yang sedang berolahraga, jogging, senam, atau hanya sekadar menikmati udara
segar pagi hari sambil duduk di kursi taman dengan hikmad memerhatikan
orang-orang sekitar atau membaca lembaran-lembaran penuh tulisan yang bisa di
tebak setiap harinya berisi topic yang sama, yang hanya tokoh-tokohnya saja
yang berubah atau memang sengaja diganti agar para pembaca tidak bosan dengan
isinya.
Begitu cerah, ceria begitu indah, menyegarkan bukan hanya
untuk pikiran dan pernapasan tapi juga berlaku untuk mata-mata kami sebagai
laki-laki normal.
Kami berhenti sejenak dekat sebuah kursi taman, untuk
melakukan gerakan-gerakan olahraga ringan untuk meregangkan otot-otot. Karena
memang dari awal aku sudah tidak ada niat, akupun tidak mengambil waktu terlalu
lama untuk stretching. Akupun dengan malas menghempaskan pantatku di
permukaan kursi taman yang entah mengapa terlihat masih kokoh walau sudah
berumur tua dan karatan. Mungkin karena masa mudanya dulu sering menjalani latihan
berat dan memang terlahir dari bahan yang berkualitas tinggi.
Adjie S. Prayoga,nama panjang dari Adjie, yang sampai
sekarang hurus “S” yang ada di tengah namanya masih menjadi misteri buatku,
dengan penuh semangat mengayunkan kedua tangannya memutar kedepan dan
kebelakang dengan mulut komat-kamit, entah sedang menghitung gerakannya atau
membaca mantra pelet untuk para kembang-kembang kota yang memang seperti ku
bilang tadi, menyegarkan mata. Sedangkan aku, kembali terdiam dengan mata
menerawang, hanyut dalam pikiranku sendiri yang aku sendiri tidak tahu terfokus
dimana.
“Wooii !!! kenapa ko kah?” dengan nada yang bisa ku
definisikan sebagai rasa khawatir,suara itu kembali membuyarkan lamunanku yang
tidak jelas itu.
“perasaan dari tadi pagi ko, gitu. Mang ada masalah apa ko
lagi k? kaya’ orang kaya saja’ banyak masalahnya!” lanjut Adjie dengan nada yang santai, namun masih bisa ku
rasakn kalau dia masih khawatir.
“Nda ji, Cuma masih ngantuk ji ka’ ” jawabku singkat dengan
ekspresi malas dan datar.
“s’rius ko?”
“iyo, ayo mi deh, pulang, lapar ma’,” ajakku sambil
beranjak dari dari kursi tua taman itu.
Tanpa banyak tanya lagi, Adjie pun menyudahi stretching-nya
yang menurutku sudah mulai over acting, kendati taman kota sudah
berganti menjadi taman “kembang”, karena
dipenuhi oleh kembang-kembang kota yang semakin ramai berdatangan.
Sesampai di rumah kontrakan ku, yang sangat sederhana,
bahkan sangat sangat sederhana, dengan
luas kurang dari 100 meter,tanpa perabotan yang memadai,tanpa sofa
bahkan kursi sebagai singgasana untuk menerima tamu,dan di dapur hanya ada
perlengkapan seadanya beserta peralatan makan, yang bahkan tidak akan memadai
jika ada sepuluh orang makan bersamaan. Aku langsung kembali ke ruanagan dimana
aku merasa sangat nyaman berada di dalamnya,kamar. Meyalakan TV, membenarkan
posisi bantal, dan kembali merabahkan badan.
Adjie seperti biasa dengan cekatan menuju ke dapur
mengambil sendok dan piring dan langsung meletakkan sebungkus nasi kuningnya,
yang kami beli tadi saat perjalanan pulang,
“Sa kira tadi laparko itu?” tanyanya dengan mulut penuh
dengan sesendok nasi kuning di mulutnya,
“hmm….,” tanggapku sambil terus melihat TV dengan malas.
Adjie terus mengoceh tidak jelas,entah menggerutu padaku
atau memuji dan bersyukur betapa enaknya nasi kuning Bu Mer, yang terus
memenuhi mulutnya, bahkan sampai setengah bungkus itu habis mulutnya tidak
pernah kosong,sampai terlihat kalau dia tidak menelan sama sekali, entah
bagaimana bulir-bulir nasi dan koyakan lauk nasi kuning itu bisa masuk ke usus dan
lambungnya.
Kali ini aku benar-benar tak bisa mengendalikan pikiranku, mataku masih terus k arah TV yang
acara yang ditampilkanny akupun tidak yakin apa itu.
Kenapa harus jadi seperti ini ya Allah??? Hidupku yang
sudah kujalani apa adanya, dan selalu ku syukuri, knapa saat ini jadi begitu
berat? Saat ku yakin Dia anugerah yang
Engkau berikan padaku, sesaat itu pula kami terpisahkan.
Ya ! cinta! Hal yang membuat hari yang seharusnya begitu
cerah menjadi kelabu,hari yang seharusnya begitu ceria menjadi suram, hari yang
seharusnya begitu menyegarkan tak dapat ku nikmati.
Cinta , ya cinta! Klasik memang, hal yang selalu membuatku
menertawakan orang lain karena hal itu, kini juga menimpaku. Apakah ini karma
buatku?? Tapi kalau memang karma kenapa harus langsung terjadi padaku? Tidak
pada keturunan-keturunan ku kelak seperti yang selalu ku saksikan di film-film
mandarin?
Saat ini aku hanya bisa berpikir, seandainya saat itu aku
tidak pernah jatuh cinta, dan kalau bisa sekalian saja tidak pernah bertemu, ku
rasa sekarang mungkin hari ku akan baik-baik saja, dan pastinya tidak aka nada
kata “seharusnya” di hari ini. Dan dari hatiku yang paling dalam, aku meminta
maaf pada semua teman-teman yang dulu pernah ku tertawakan, karena frustasi
karena cinta, saat ini akupun mengalaminya kawan. SAKIT !!!
2
TAHUN LALU
“Pank, ippank, bantu dulue…,” mintaku pada ippank temanku,
karena memang apa yang ku angkat saat ini memang lazimnya tidak bisa diangkat
oleh satu orang, lemari. Tanpa banyak bicara seperti temanku yang satu itu,
Adjie, dia langsung beranjak membantu
ku.
Ippank seorang temanku , teman sekerjaku, yang dulu juga
teman sekolahku , orang yang menyenangkan , walau mungkin kalau baru bertemu
dengan dia orang –orang akan beranggapan kalau Ippank itu orang yang
sombong,arogan, dan semacamnya, didukung dengan dengan ekspresi wajahnya yang
lebih sering datar, dan tatapan matanya seakan menatap sinis. Tapi dibalik itu
saya berani jamin, dia orang yang menyenangkan, dan care. Selain dari tampang
yang memperkuat kesan negatifnya Ippang sangat hemat suara, hanya berbicara
seperlunya apa lagi dengan orang yang
tidak ia kenal, namun walaupun demikian, setiap pertahanan pasti punya
kelemahan, dan bisa ditebak kelemahan Ippank adalah orang “gila” yang berada
dan selalu ada bersama kami.
Setiap kali kami bertiga berkumpul, Adjie selalu dan tak
hentinya menggoda Ippank, dan sebagai penyempurna “serangan” itu akupun ikut berperan memberikan umpan-umpan
yang selalu bisa ditangkap dengan baik oleh Adjie.
Pernah suatu hari kami saat berkumpul di sebuah café tempat
kami biasa nongkrong, pikiran jahat Adjie, yang sebenarnya bertujuan baik, jalan,
ingin menjodohkan Ippank. Memang Ippank sejak jaman sekolah dulu tidak pernah
terlihat dengan perempuan. Mungkin itu
dikarenakan terlalu sibuk dengan kehidupan organisasinya yang tanpa dia sadarinya
telah menyia-nyiakan masa sekolahnya. Yah, kami pun tidak dapat menghentikan
“hobi”nya itu. Dan memang dia, Ippank, dulu sangat idealis dan kaku terhadap
peraturan-peraturan yang ada.
“Hallo…, dmana mi ko??”, Tanya ku pada Adjie, melalui
telpon, Karena memang sudah jadi kebiasaan, kalau ada yang sampai lebih dulu
ditempat yang dijanjikan, kami akan menelepon yang lainnya, karena seperti
orang normal lainnya, kami juga paling tidak suka dengan pekerjaan yang
dinamakan menunggu !
“tunggumi dulu, masih dirumahnya ka’ Shisy ni, tunggu juga
temannya mo katanya juga ikut”
“ Siapa? “
“ Michi, nda ko kenal ji g, nanti pi sa ksi kenal ko,cantik
ki jg anaknya, manis! “
“sudah ko jilat? Ko bilang manis??”
“ Serius ka’
ni! Hehheeheheh……,” tiba-tiba ia tertawa
yang kalau dalam film bisa di tebak ia
sedang merencanakan sesuatu yang jahat dan licik.
“ Kenapa ko ketawa gitu lagi? Apa lagi rencanamu sede’ ?”
Iapun menceritakan rencana “jahat”-nya itu dengan penuh
semangat, seakan ia sedang menjalankan sebuah rencana besar yang jika berhasil
akan mencatat namanya di majalah-majalah terkenal dalam dan luar negeri, dan
namanya akan tercatat dalam buku-buku sejarah, yang akan selalu di baca oleh
guru-guru sejarah di depan murid-muridnya yang untung kalau ada satu orang di antara mereka yang memerhatikan.
Adjie berencana mencomblang Ippank dengan teman Shisy,
pacarnya. Dan tugas ku seperti biasanya sebagai pemberi umpan-umpan manis, dan
akan diselesaikan dengan cantik olehnya, seperti Pirlo yang selalu bertugas
memberikan umpan-umpan matang kepada
rekannya, yang entah siapa namanya, untuk dieksekusi membobol gawang
lawan.
Rencananya terdengar menarik bagiku, tapi di lain sisi aku
pun merasa aneh dan berpikir kalau memang cantik kenapa tidak sama aku saja?
Toh trip love record ku juga tidak jauh beda dengan Ippank, bahkan bisa di
bilang sama, ZERO record ! Yang membedakan hanya masalah dia sama sekali tidak
pernah sama sekali pernah dengan perempuan, bahkan hanya untuk jadi teman,
sedangkan aku, ya sedikit gacor jadi temankupun tidak pilih pria-wanita, cewek-cowok,
perempuan-laki-laki, all could be my friends.
Dan
semua berjalan seakan sempurna sesuai dengan apa yang diinginkannya,
karena memang seperti biasa Ippank selalu jadi orang yang terakhir datang pada
setiap janji kami untuk nongkrong bareng.entah ada banyak urusan atau memang
sebenarnya dia malas untuk hal-hal yang tidak penting dan tanpa tujuan yang
konkret ini, nongkrong J
Saat Ippank datang,dengan gaya khasnya yang kalau ku bilang
sangat cool, dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans lee cooper
birunya, dan ditambah lagi dengan ekspresi wajahnya yang datar. Kami, saya, Adjie, Shisy; pacar Adjie, dan
michi, teman shisy yang juga akan jadi korban skenarionya Adjie, telah duduk manis dengan pesanan
masing-masing, diatas meja segi empat yang artistik dan saling ngobrol santai,
bercerita hal-hal kecil yang mulai dari yang dulu sampai kejadian yang diaalami
seharian.
“Assalamu ‘alaikum!! “ Ippank seperti biasa saat bertemu
selalu memberi salam dan tanpa sungkan menyalami semua yang ada di tempat itu. Kecuali Michii
“walaikum salam, dari mana ko tu itu kau? Napa na lama
sekali, sampe lambu-lambuang ki
dsini tunggu ko” gerutu Adjie.
“Iyo sory, ku lupai tadi. Masih untung itu sa ingat ji
lagi, n’ datang ka’,’’ jawabnya cuek.
Jawaban yang selalu ampuh untuk membungkam gerutuan Adjie
yang pastinya seperti hujan deras, yang seakan tak terhentikan.
“Apa ko pesan kau?”
“ Cappucino”
Di tengah-tengah obrolan kami, Adjie tiba-tiba melirik ke
arah ku dan Shisy dan menunujukkan senyum liciknya lagi, sambil
mengangkat-angkat alisnya. Dan itu pertanda kalau ia akan mulai menjalankan
rencana jahatnya yang baik itu.
“Ow, iyo Pank dari tadi, blom piko kenalan sama ni temanku,
michi”
Dan mereka, Ippank dan michi, pun berjabatan, dan bisa
kulihat kalau sebenarya michi ada rasa pada Ippank, entah suka atau apalah aku
juga tidak perduli. Dan Adjie pun memulai perannya sebagai sutradara dari
percomblangan ini, akupun disuruh bertukar tempat dengan michi, yang awalnya
michi diantara aku dan dan Adjie, dan aku diantara michi dan Ippank, dengan
alasan ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan aku. Dan karena mengerti apa
yang ia rencakan, tanpa banyak tanya aku langsung berdiri dan bertukar tempat
dengan michi. Karena memang walau kami duduk secara melingkar , meja yang
dihadapan kami cukup besar, cukup besar sehingga supaya suara kita terdengar
oleh orang-orang yang mengelilingi meja itu kita harus menaikkan nada biacara
kira-kira sekitar satu oktaf.
Dan seperti yang bisa diprediksikan, rencana Adjie berjalan
lancar, Ippank dan michi semakin lancar, entah mereka ngobrol apa saja, dan
jujur saya berpikir kalau Ippank sedang kerasukan, karena tidak biasanya dia sudah sangat cerewet, dalam standar
seorang Ippank.
Dan untuk kisah mereka kurasa akan ku lanjutkan lain waktu
saja…..,
Setelah meletakkan
lemari ku diatas mobil pick up sewaan, kami melanjutkan dengan
barang-barangku yang lain. Ya hari ini aku sedang ngusung-ngusung, pindah ke
kontrakan yang baru, bukan karena tidak suka atau alasan tidak menyenangkan
lainnya, aku pindah karena kata si pemilik rumah, rumah kontrakan ini akan di
beli oleh orang lain.
Saat semua barangku telah terangkut semuanya, dan pamitan
pada tetangga-tetanggaku yang budiman dan pemilik rumah, kami pun berangkat ke
rumah kontrakanku yang baru. Letaknya tidak jauh dari kontrakan sebelumya, dan
masalah bentuk rumah itu, tidak jauh berbeda dengan rumah sebelumnya yang akan
di jual itu. Dan letaknya sama-sama di perunmahan, yang pendduduknya tidak
terlalu banyak juga.
Kami sampai sampai di kontrakan yang baru itu, sudah agak
siang. Dan matahari, terasa mulai menyerang kami dengan tombak-tombak panasnya
yang sangat terasa menusuk di pemukaan kulit. Tapi walaupun begitu warga disini
terlihat tidak perduli dengan dengan serangan matahari itu, mungkin karena
terbiasa atau memang tidak mau melewatkan waktu akhir pekan mereka begitu saja.
Ada yang masih berolaharaga ringan, sekedar jalan-jalan, mencuci mobil atau
motor, dan terlihat juga skumpulan ibu-ibu yang menurutku sedang ngerumpi,
seperti umumnya yang dilakukan perempuan jika berkumpul bersama.
Setelah barang-barang
sudah kami turunkan semuanya, akupun mempersilahkan sopir mobil pick up
itu, untuk kembali ke habitatnya.
“Capeknyo…..,” ujar
Adjie sambil berbaring di teras rumah, memang sangat melelahkan, mengangkat
barang-barang didukung oleh teriknya matahari. Aku dan Ippank hanya meregangkan
badan dengan meluruskan kaki dan bersandar pada tiang, tiang diteras rumah itu.
Dan karena memang kami juga belum sarapan, kami pun memutuskan untuk mencari
makanan dan sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokan kami yang terasa seperti
sudah sangat kering.
“Pak, warung makan paling dekat disini dimana?” tanya
adjie, pada seorang bapak, yang sedang mencuci motornya di depan rumah, karena
memang kami tidak mau membuang-buang waktu keliling kompleks, untuk mencari
warung makan yang belum kami tahu pasti keberadaannya.
“Di situ de’ dekat sini ji, satu blok dari sini, dari sini
belok kiri trus kekanan, ada ji nanti itu anu namanya” terang bapak itu,ramah.
Kami pun segera berjalan sesuai dengan petunjuk navigasi
dari tetangga baru ku itu. Dan akhirnya
kamipun sampai di warung yang aku yakin yang dimaksud oleh bapak tadi, karena
di blok ini hanya warung ini saja yang terlihat, dan yang menambah yakin karena
memang warung ini terletak di ujung blok ini.
Tanpa membuang-membuang waktu lagi kami langsung memesan
makanan, dan yang paling penting minuman segar.
“ Es kelapa muda Mas, spesial nda pake lama !” pesan Adjie pada penjaga warung itu.
……………………………………………………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar