Kamis, 17 November 2011

CERITA CINTA (part 1)


Pagi itu terasa sangat berbeda setelah semuanya yang ku sadari berlalu, ya mau tak mau semua harus ku terima. Ku hirup udara yang begitu dingin pagi ini bersama dengan kicauan burung yang entah mengapa kali ini tedengar begitu sendu tak seriang biasanya, seakan ikut merasakan apa yang ada dalam hatiku.
Pandanganku menerawang seisi kamar, kamar yang biasanya selalu istimewa buatku, walau perabot-perabotnya tak ada yang istimewa, yang ada hanya kasur lapuk berlapis seprai lusuh bersama kedua sahabatnya,bantal dan guling yang selalu setia menemani pelepasan lelahku, sebuah meja osin yang menanggung beban buku-buku, yang sebenarnya saya sendiri pun tak yakin akan apa yang ada di dalamnya, beserta sebuah lampu belajar dan peralatan “perang” ku.
“Woi…, angngapako cika’?”  suara yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku, yang sebenarnya akupun tak yakin sedang melamunkan apa.
“Nda ji, biasa sindrom baru bangun , masih setengah sadar. Ko tau mi to!?, Tumben ko pagi-pagi dah disini,kenapa ko?”
“Astaga….., hari minggu ini anu, ayo jogging!”, yah.., inilah orang yang selalu bersemangat teman, sahabat, dan orang yang sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri, Adjie. Perawakannya sangat ramah murah senyum.walaupun bertubuh lumayan besar dan bisa dibilang atletis, dia mengaku paling anti kekerasan , dan  lebih mengutamakan logika dan perasaan dan hati dalam memyelesaikan masalah ketimbang harus dengan fisik,dan harus di garis bawahi itu adalah menurut pengakuannya.
“ pergi mo ko deh, lagi malas ka’ ni hari bla, moja’ tidur istirirahat mengistirahatkan badan,pikiran dan hati, biar besok bisa fresh !!” tolakku sambil merebahkan badan di atas kasur lusuh ku dengan gaya udang meringkuk, dan menarik selimut menutupi ujung kaki sampai ujung rambut ku.
“Edede….., ko tu masih muda dah malas kaya’ gini, mo jadi apa Indonesia klo anak mudanya semua kayak kau??” sahutnya dengan gaya diplomatis dan langsung menyambar selimut yang menutupi tubuhku yang masih dalam posisi udang rebus.
Ya makhluk yang satu ini memang selalu berhasil membujukku untuk mengikutinya walau dalam keadaan super malas sekalipun. Yah kalau mengingat selama ini, memang tidak ada yang perlu diherankan kalau saya sulit untuk menolak ajakannya, karena selama ini pun dia sangat jarang  bahkan hampir tidak pernah menolak permintaan ku. Ya sekali lagi ku tegaskan dia memang teman, sahabat, dan sudah ku anggap sebagai saudara ku.
Pagi yang cerah, begitu ceria, taman dipenuhi orang-orang yang sedang berolahraga, jogging, senam, atau hanya sekadar menikmati udara segar pagi hari sambil duduk di kursi taman dengan hikmad memerhatikan orang-orang sekitar atau membaca lembaran-lembaran penuh tulisan yang bisa di tebak setiap harinya berisi topic yang sama, yang hanya tokoh-tokohnya saja yang berubah atau memang sengaja diganti agar para pembaca tidak bosan dengan isinya.
Begitu cerah, ceria begitu indah, menyegarkan bukan hanya untuk pikiran dan pernapasan tapi juga berlaku untuk mata-mata kami sebagai laki-laki normal.
Kami berhenti sejenak dekat sebuah kursi taman, untuk melakukan gerakan-gerakan olahraga ringan untuk meregangkan otot-otot. Karena memang dari awal aku sudah tidak ada niat, akupun tidak mengambil waktu terlalu lama untuk stretching. Akupun dengan malas menghempaskan pantatku di permukaan kursi taman yang entah mengapa terlihat masih kokoh walau sudah berumur tua dan karatan. Mungkin karena masa mudanya dulu sering menjalani latihan berat dan memang terlahir dari bahan yang berkualitas tinggi.
Adjie S. Prayoga,nama panjang dari Adjie, yang sampai sekarang hurus “S” yang ada di tengah namanya masih menjadi misteri buatku, dengan penuh semangat mengayunkan kedua tangannya memutar kedepan dan kebelakang dengan mulut komat-kamit, entah sedang menghitung gerakannya atau membaca mantra pelet untuk para kembang-kembang kota yang memang seperti ku bilang tadi, menyegarkan mata. Sedangkan aku, kembali terdiam dengan mata menerawang, hanyut dalam pikiranku sendiri yang aku sendiri tidak tahu terfokus dimana.
“Wooii !!! kenapa ko kah?” dengan nada yang bisa ku definisikan sebagai rasa khawatir,suara itu kembali membuyarkan lamunanku yang tidak jelas itu.
“perasaan dari tadi pagi ko, gitu. Mang ada masalah apa ko lagi k? kaya’ orang kaya saja’ banyak masalahnya!” lanjut Adjie  dengan nada yang santai, namun masih bisa ku rasakn kalau dia masih khawatir.
“Nda ji, Cuma masih ngantuk ji ka’ ” jawabku singkat dengan ekspresi malas dan datar.
“s’rius ko?”
“iyo, ayo mi deh, pulang, lapar ma’,” ajakku sambil beranjak dari dari kursi tua taman itu.
Tanpa banyak tanya lagi, Adjie pun menyudahi stretching-nya yang menurutku sudah mulai over acting, kendati taman kota sudah berganti menjadi taman “kembang”, karena  dipenuhi oleh kembang-kembang kota yang semakin ramai berdatangan.
Sesampai di rumah kontrakan ku, yang sangat sederhana, bahkan sangat sangat sederhana, dengan  luas kurang dari 100 meter,tanpa perabotan yang memadai,tanpa sofa bahkan kursi sebagai singgasana untuk menerima tamu,dan di dapur hanya ada perlengkapan seadanya beserta peralatan makan, yang bahkan tidak akan memadai jika ada sepuluh orang makan bersamaan. Aku langsung kembali ke ruanagan dimana aku merasa sangat nyaman berada di dalamnya,kamar. Meyalakan TV, membenarkan posisi bantal, dan kembali merabahkan badan.
Adjie seperti biasa dengan cekatan menuju ke dapur mengambil sendok dan piring dan langsung meletakkan sebungkus nasi kuningnya, yang kami beli tadi saat perjalanan pulang,
“Sa kira tadi laparko itu?” tanyanya dengan mulut penuh dengan sesendok nasi kuning di mulutnya,
“hmm….,” tanggapku sambil terus melihat TV dengan malas.
Adjie terus mengoceh tidak jelas,entah menggerutu padaku atau memuji dan bersyukur betapa enaknya nasi kuning Bu Mer, yang terus memenuhi mulutnya, bahkan sampai setengah bungkus itu habis mulutnya tidak pernah kosong,sampai terlihat kalau dia tidak menelan sama sekali, entah bagaimana bulir-bulir nasi dan koyakan lauk nasi kuning itu bisa masuk ke usus dan lambungnya.
Kali ini aku benar-benar tak bisa mengendalikan  pikiranku, mataku masih terus k arah TV yang acara yang ditampilkanny akupun tidak yakin apa itu.
Kenapa harus jadi seperti ini ya Allah??? Hidupku yang sudah kujalani apa adanya, dan selalu ku syukuri, knapa saat ini jadi begitu berat?  Saat ku yakin Dia anugerah yang Engkau berikan padaku, sesaat itu pula kami terpisahkan.
Ya ! cinta! Hal yang membuat hari yang seharusnya begitu cerah menjadi kelabu,hari yang seharusnya begitu ceria menjadi suram, hari yang seharusnya begitu menyegarkan tak dapat ku nikmati.
Cinta , ya cinta! Klasik memang, hal yang selalu membuatku menertawakan orang lain karena hal itu, kini juga menimpaku. Apakah ini karma buatku?? Tapi kalau memang karma kenapa harus langsung terjadi padaku? Tidak pada keturunan-keturunan ku kelak seperti yang selalu ku saksikan di film-film mandarin?
Saat ini aku hanya bisa berpikir, seandainya saat itu aku tidak pernah jatuh cinta, dan kalau bisa sekalian saja tidak pernah bertemu, ku rasa sekarang mungkin hari ku akan baik-baik saja, dan pastinya tidak aka nada kata “seharusnya” di hari ini. Dan dari hatiku yang paling dalam, aku meminta maaf pada semua teman-teman yang dulu pernah ku tertawakan, karena frustasi karena cinta, saat ini akupun mengalaminya kawan. SAKIT !!!

2 TAHUN LALU

“Pank, ippank, bantu dulue…,” mintaku pada ippank temanku, karena memang apa yang ku angkat saat ini memang lazimnya tidak bisa diangkat oleh satu orang, lemari. Tanpa banyak bicara seperti temanku yang satu itu, Adjie,  dia langsung beranjak membantu ku.
Ippank seorang temanku , teman sekerjaku, yang dulu juga teman sekolahku , orang yang menyenangkan , walau mungkin kalau baru bertemu dengan dia orang –orang akan beranggapan kalau Ippank itu orang yang sombong,arogan, dan semacamnya, didukung dengan dengan ekspresi wajahnya yang lebih sering datar, dan tatapan matanya seakan menatap sinis. Tapi dibalik itu saya berani jamin, dia orang yang menyenangkan, dan care. Selain dari tampang yang memperkuat kesan negatifnya Ippang sangat hemat suara, hanya berbicara seperlunya  apa lagi dengan orang yang tidak ia kenal, namun walaupun demikian, setiap pertahanan pasti punya kelemahan, dan bisa ditebak kelemahan Ippank adalah orang “gila” yang berada dan selalu ada bersama kami.
Setiap kali kami bertiga berkumpul, Adjie selalu dan tak hentinya menggoda Ippank, dan sebagai penyempurna “serangan” itu  akupun ikut berperan memberikan umpan-umpan yang selalu bisa ditangkap dengan baik oleh Adjie.
Pernah suatu hari kami saat berkumpul di sebuah cafĂ© tempat kami biasa nongkrong, pikiran jahat Adjie, yang sebenarnya bertujuan baik, jalan, ingin menjodohkan Ippank. Memang Ippank sejak jaman sekolah dulu tidak pernah terlihat  dengan perempuan. Mungkin itu dikarenakan terlalu sibuk dengan kehidupan organisasinya yang tanpa dia sadarinya telah menyia-nyiakan masa sekolahnya. Yah, kami pun tidak dapat menghentikan “hobi”nya itu. Dan memang dia, Ippank, dulu sangat idealis dan kaku terhadap peraturan-peraturan yang ada.
“Hallo…, dmana mi ko??”, Tanya ku pada Adjie, melalui telpon, Karena memang sudah jadi kebiasaan, kalau ada yang sampai lebih dulu ditempat yang dijanjikan, kami akan menelepon yang lainnya, karena seperti orang normal lainnya, kami juga paling tidak suka dengan pekerjaan yang dinamakan menunggu !
“tunggumi dulu, masih dirumahnya ka’ Shisy ni, tunggu juga temannya mo katanya juga ikut”
“ Siapa? “
“ Michi, nda ko kenal ji g, nanti pi sa ksi kenal ko,cantik ki jg anaknya, manis! “
“sudah ko jilat? Ko bilang manis??”
“ Serius  ka’ ni!  Hehheeheheh……,” tiba-tiba ia tertawa yang  kalau dalam film bisa di tebak ia sedang merencanakan sesuatu yang jahat dan licik.
“ Kenapa ko ketawa gitu lagi? Apa lagi rencanamu sede’ ?”
Iapun menceritakan rencana “jahat”-nya itu dengan penuh semangat, seakan ia sedang menjalankan sebuah rencana besar yang jika berhasil akan mencatat namanya di majalah-majalah terkenal dalam dan luar negeri, dan namanya akan tercatat dalam buku-buku sejarah, yang akan selalu di baca oleh guru-guru sejarah di depan murid-muridnya yang untung kalau ada satu  orang di antara mereka yang memerhatikan.
Adjie berencana mencomblang Ippank dengan teman Shisy, pacarnya. Dan tugas ku seperti biasanya sebagai pemberi umpan-umpan manis, dan akan diselesaikan dengan cantik olehnya, seperti Pirlo yang selalu bertugas memberikan umpan-umpan matang kepada  rekannya, yang entah siapa namanya, untuk dieksekusi membobol gawang lawan.
Rencananya terdengar menarik bagiku, tapi di lain sisi aku pun merasa aneh dan berpikir kalau memang cantik kenapa tidak sama aku saja? Toh trip love record ku juga tidak jauh beda dengan Ippank, bahkan bisa di bilang sama, ZERO record ! Yang membedakan hanya masalah dia sama sekali tidak pernah sama sekali pernah dengan perempuan, bahkan hanya untuk jadi teman, sedangkan aku, ya sedikit gacor jadi temankupun tidak pilih  pria-wanita, cewek-cowok, perempuan-laki-laki, all could be my friends.
Dan  semua berjalan seakan sempurna sesuai dengan apa yang diinginkannya, karena memang seperti biasa Ippank selalu jadi orang yang terakhir datang pada setiap janji kami untuk nongkrong bareng.entah ada banyak urusan atau memang sebenarnya dia malas untuk hal-hal yang tidak penting dan tanpa tujuan yang konkret ini, nongkrong J
Saat Ippank datang,dengan gaya khasnya yang kalau ku bilang sangat cool, dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans lee cooper birunya, dan ditambah lagi dengan ekspresi wajahnya yang datar.  Kami, saya, Adjie, Shisy; pacar Adjie, dan michi, teman shisy yang juga akan jadi korban skenarionya  Adjie, telah duduk manis dengan pesanan masing-masing, diatas meja segi empat yang artistik dan saling ngobrol santai, bercerita hal-hal kecil yang mulai dari yang dulu sampai kejadian yang diaalami seharian.
“Assalamu ‘alaikum!! “ Ippank seperti biasa saat bertemu selalu memberi salam dan tanpa sungkan menyalami semua  yang ada di tempat itu. Kecuali Michii
“walaikum salam, dari mana ko tu itu kau? Napa na lama sekali, sampe  lambu-lambuang ki dsini tunggu ko” gerutu Adjie.
“Iyo sory, ku lupai tadi. Masih untung itu sa ingat ji lagi, n’ datang ka’,’’ jawabnya cuek.
Jawaban yang selalu ampuh untuk membungkam gerutuan Adjie yang pastinya seperti hujan deras, yang seakan tak terhentikan.
“Apa ko pesan kau?”
“ Cappucino”
Di tengah-tengah obrolan kami, Adjie tiba-tiba melirik ke arah ku dan Shisy dan menunujukkan senyum liciknya lagi, sambil mengangkat-angkat alisnya. Dan itu pertanda kalau ia akan mulai menjalankan rencana jahatnya yang baik itu.
“Ow, iyo Pank dari tadi, blom piko kenalan sama ni temanku, michi”
Dan mereka, Ippank dan michi, pun berjabatan, dan bisa kulihat kalau sebenarya michi ada rasa pada Ippank, entah suka atau apalah aku juga tidak perduli. Dan Adjie pun memulai perannya sebagai sutradara dari percomblangan ini, akupun disuruh bertukar tempat dengan michi, yang awalnya michi diantara aku dan dan Adjie, dan aku diantara michi dan Ippank, dengan alasan ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan aku. Dan karena mengerti apa yang ia rencakan, tanpa banyak tanya aku langsung berdiri dan bertukar tempat dengan michi. Karena memang walau kami duduk secara melingkar , meja yang dihadapan kami cukup besar, cukup besar sehingga supaya suara kita terdengar oleh orang-orang yang mengelilingi meja itu kita harus menaikkan nada biacara kira-kira sekitar satu oktaf.
Dan seperti yang bisa diprediksikan, rencana Adjie berjalan lancar, Ippank dan michi semakin lancar, entah mereka ngobrol apa saja, dan jujur saya berpikir kalau Ippank sedang kerasukan, karena tidak biasanya  dia sudah sangat cerewet, dalam standar seorang Ippank.
Dan untuk kisah mereka kurasa akan ku lanjutkan lain waktu saja…..,
 Setelah meletakkan lemari ku diatas mobil pick up sewaan, kami melanjutkan dengan barang-barangku yang lain. Ya hari ini aku sedang ngusung-ngusung, pindah ke kontrakan yang baru, bukan karena tidak suka atau alasan tidak menyenangkan lainnya, aku pindah karena kata si pemilik rumah, rumah kontrakan ini akan di beli oleh orang lain.
Saat semua barangku telah terangkut semuanya, dan pamitan pada tetangga-tetanggaku yang budiman dan pemilik rumah, kami pun berangkat ke rumah kontrakanku yang baru. Letaknya tidak jauh dari kontrakan sebelumya, dan masalah bentuk rumah itu, tidak jauh berbeda dengan rumah sebelumnya yang akan di jual itu. Dan letaknya sama-sama di perunmahan, yang pendduduknya tidak terlalu banyak juga.
Kami sampai sampai di kontrakan yang baru itu, sudah agak siang. Dan matahari, terasa mulai menyerang kami dengan tombak-tombak panasnya yang sangat terasa menusuk di pemukaan kulit. Tapi walaupun begitu warga disini terlihat tidak perduli dengan dengan serangan matahari itu, mungkin karena terbiasa atau memang tidak mau melewatkan waktu akhir pekan mereka begitu saja. Ada yang masih berolaharaga ringan, sekedar jalan-jalan, mencuci mobil atau motor, dan terlihat juga skumpulan ibu-ibu yang menurutku sedang ngerumpi, seperti umumnya yang dilakukan perempuan jika berkumpul bersama.
Setelah barang-barang  sudah kami turunkan semuanya, akupun mempersilahkan sopir mobil pick up itu, untuk kembali ke habitatnya.
“Capeknyo…..,”  ujar Adjie sambil berbaring di teras rumah, memang sangat melelahkan, mengangkat barang-barang didukung oleh teriknya matahari. Aku dan Ippank hanya meregangkan badan dengan meluruskan kaki dan bersandar pada tiang, tiang diteras rumah itu. Dan karena memang kami juga belum sarapan, kami pun memutuskan untuk mencari makanan dan sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokan kami yang terasa seperti sudah sangat kering.
“Pak, warung makan paling dekat disini dimana?” tanya adjie, pada seorang bapak, yang sedang mencuci motornya di depan rumah, karena memang kami tidak mau membuang-buang waktu keliling kompleks, untuk mencari warung makan yang belum kami tahu pasti keberadaannya.
“Di situ de’ dekat sini ji, satu blok dari sini, dari sini belok kiri trus kekanan, ada ji nanti itu anu namanya” terang bapak itu,ramah.
Kami pun segera berjalan sesuai dengan petunjuk navigasi dari tetangga baru  ku itu. Dan akhirnya kamipun sampai di warung yang aku yakin yang dimaksud oleh bapak tadi, karena di blok ini  hanya warung ini saja yang  terlihat, dan yang menambah yakin karena memang warung ini terletak di ujung blok ini.
Tanpa membuang-membuang waktu lagi kami langsung memesan makanan, dan yang paling penting minuman segar.
“ Es kelapa muda Mas, spesial nda pake lama !”  pesan Adjie pada  penjaga warung itu.





……………………………………………………….









Tidak ada komentar:

Posting Komentar